Biografi Wiji Thukul, Sang Aktivis yang Hilang

Biografi Wiji Thukul. Memaparkan secara lengkap kehidupan sang aktivis, kisah-kisah perlawanan, sampai penyebab hilangnya Wiji Thukul yang misterius.


Badannya kurus, pakaiannya lusuh khas kaum pinggiran, wajahnya telah menjadi sebuah simbol perjuangan HAM, melawan penindasan. Teriakannya mampu menggetarkan pemerintah zalim, mengalahkan suara keras tabuhan musik hard rock dan rock n’ roll.

“Lawan!”, satu kata diteriakkan di tengah jalanan aspal, menggema di antara gedung bertingkat. Satu kata yang sudah menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan.

Wiji Thukul, namanya didengungkan ke seluruh penjuru negeri sebagai seorang sastrawan sekaligus pejuang HAM, dicari-cari sebagai orang hilang.

Lantas, apa yang terjadi terhadap dirinya? Siapa Wiji Thukul? Bagaimana kisahnya? Inilah biografi Wiji Thukul, seorang sastrawan dan aktivis HAM yang kata-katanya mampu menggetarkan hati penguasa zalim, sehingga dirinya dibungkam dan hilang tak tahu rimbanya.


Baca juga: Biografi Remy Sylado – Sastrawan Multitalenta Pelopor Puisi Mbeling


Profil Wiji Thukul

Nama
Tempat Lahir
Tanggal Lahir
Wafat
Profesi
Pasangan
Anak
: Wiji Widodo
: Sorogenen, Solo, Jawa Tengah
: 23 Agustus 1963
: Hilang sejak 27 Juli 1998
: Sastrawan, Ativis
: Siti Dyah Sujirah
: Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah

 


Baca juga: Biografi Chairil Anwar – Sang Penyair Pelopor Angkatan 45


Mengenal Lebih Dekat Wiji Thukul

biografi wiji thukul
kumparan.com

Wiji Widodo nama aslinya, dilahirkan dari keluarga katolik, di Sorogenen, Solo 26 Agustus 1962. Bapaknya seorang penarik becak, ibunya kadang menjual ayam bumbu untuk membantu ekonomi keluarga.

Nama “Thukul” yang berarti tumbuh, disematkan kepadanya oleh Cempe Lawu Warta ketika ia aktif berteater dengan Sarang Teater Jagat (Jagalan Tengah). Wiji Thukul, artinya biji yang tumbuh.

Ia lahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara di lingkungan kaum marjinal. Mayoritas penduduknya adalah tukang becak dan buruh, termasuk bapaknya yang juga bekerja menjadi tukang becak.

Hidup di tengah-tengah kaum marginal, ia banyak mengamati dan merekam realitas rakyat pinggiran melalui bait-bait puisi. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, Thukul sudah mulai gemar menulis puisi.

Lulus sekolah dasar, ia lanjutkan sekolah di SMP Negeri 8 Solo. Semasa duduk di bangku SMP, ia mulai tertarik menekuni dunia teater. Ia pun meneruskan sekolahnya di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) jurusan tari.

Karena kendala ekonomi keluarga yang semakin sulit, ia memutuskan untuk berhenti sekolah ketika menginjak di kelas dua. Sebagai anak sulung, ia merasa memiliki tanggung jawab atas keluarga terutama kedua adiknya.

Setelah berhenti sekolah, ia menyambung hidup dengan berjualan koran, jadi calo tiket bioskop, dan pernah juga menjadi tukang pelitur di sebuah perusahaan mebel di Solo.

Melalui teman sekolahnya, ia bergabung dengan kelompok Teater Jagalan Tengah (Jagat). Bersama dengan teman-teman Jagat inilah, Thukul pernah mengamen puisi dari kampung ke kampung di beberapa kota seperti: Solo, Jogja, Klaten, sampai Surabaya.

Pada Oktober 1989, Thukul menikahi Siti Dyah Surijah, atau kelak dikenal dengan nama Sipon. Mereka berkenalan di Sanggar Teater jagat. Keduanya sama-sama aktif berkegiatan seni di Solo dan seringkali tampil bersama dalam sebuah lakon teater.

Thukul dan Sipon sama-sama berasal dari kaum marjinal, mereka lalu tinggal di kampung Kalangan yang terkenal sering dilanda banjir ketika musim hujan. Lingkungannya pun dipenuhi rumah-rumah petak kecil yang berjejal sehingga terkesan kumuh.

Dengan pernikahannya dengan Sipon, Thukul dikaruniai seorang putri, Fitri Nganthi Wani, dan seorang anak laki-laki, Fajar Merah. Fajar Merah kini pun melanjutkan perjuangan ayahnya melalui musik, dengan melagukan puisi-puisi ayahnya, Wiji Thukul.

Aktivitas Wiji Thukul

aktivitas wiji thukul
kompas

Tubuhnya memang kurus kerempeng, meski ketakutan sudah menjadi bagian dari hidup di bawah rezim Soeharto, Thukul seperti tak takut dengan kematian. Puisi-puisi dan aktivitasnya selalu diwarnai dengan perlawanan terhadap kezaliman penguasa.

Pada tahun 1992, sebagai warga Jagalan-Purungsawit, Thukul ikut serta dalam demonstrasi menentang pencemaran lingkungan oleh sebuah pabrik tekstil, PT. Sariwarna Asli Solo.

Pada 1993, Thukul bersama temannya, Semsar Siahaan, membentuk Jaker (Jaringan Kerja Rakyat), sebuah jaringan kerja seniman yang bergerak di bidang daya cipta dan kreativitas.

Nyalinya yang tak takut mati berlanjut pada tahun 1994. Terjadi aksi massa petani di Ngawi, Jawa Timur. Thukul yang memimpin massa dan melakukan orasi dipukuli aparat militer.

Di tahun 1995, Thukul lagi-lagi menjadi penggerak demonstrasi besar aksi protes karyawan PT. Sritex. Kala itu, ia dipukuli aparat sampai cedera pendengaran dan nyaris buta, meninggalkan cacat mata karena dibenturkan ke sebuah mobil.

Semenjak itu, ia diincar karena diduga menjadi dalang demonstrasi dan puisi-puisinya dicurigai sebagai penggerak massa melakukan protes.

Pada 22 Juli 1996, Thukul berangkat ke Jakarta menggabungkan Jaker dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD). Jadilah Thukul sebagai Ketua Divisi Propaganda dan Editor Suluh Pembebasan.

Awalnya, Jaker memiliki komitmen untuk tidak akan bergerak di bidang politik. Namun seiring dengan makin bergejolaknya politik di Indonesia, Thukul memutuskan bergabung dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan terlibat dalam politik praktis.

Rekan-rekan Thukul diliputi rasa kecewa atas pilihannya masuk dalam ranah politik, termasuk guru teaternya, Cempe Lawu Warta. Menurutnya, seorang seniman tidak seharusnya terlibat dalam politik praktis, karena bisa membahayakan keselamatannya sendiri. Ia katakan:

“Thukul, hati-hati memilih kalau sudah di politik praktis. Ada kemungkinan kamu ditangkap, dibunuh, dibuang, dan dikejar-kejar.”

Namun, tekad Thukul sudah bulat dan siap menerima segala resiko dari keputusannya.

Sejak tahun 1996, Thukul dikenal sebagai seorang seniman rakyat dan menjadi bagian dari PRD, berpaham sosialis dan beroposisi politik dengan rezim Orde Baru.

Di tahun yang sama, melalui puisinya yang berjudul Peringatan, Thukul telah mempopulerkan kata “lawan!”, sampai seorang direktur Komnas HAM, Munir Said Thalib, berkomentar:

“Kalimat pendek itu menunjukkan pilihan hidup Wiji Thukul. Bukan pilihan yang mudah, Wiji Thukul telah membayarnya dengan mahal, dia telah menjadi korban praktek penghilangan orang.”

Peristiwa Hilangnya Wiji Thukul

peristiwa 27 juli 1996
redaksiindonesia.com

Pada 27 Juli 1996, terjadi aksi pengambilalihan secara paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jl. Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang saat itu dikuasai oleh pendukung Megawati Soekarnoputri.

Penyerbuan dilakukan oleh Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) yang dibantu oleh aparat polisi dan ABRI. Kerusuhan meluas di beberapa daerah di Jakarta. Beberapa gedung dan kendaraan terbakar.

Pemerintah saat itu menuduh aktivis PRD sebagai dalang kerusuhan. Akibatnya, PRD dibubarkan, para aktivis dijebloskan ke penjara, sejumlah aktivis yang lain diculik, ditangkap, dan dihilangkan secara paksa.

Sebagai aktivis PRD yang dianggap subversif terhadap negara, Thukul dijemput aparat di kediamannya di Solo pada Agustus 1996. Namun Thukul menyamar dan berhasil kabur dengan memakai helm meninggalkan Sipon istrinya, bersama kedua anaknya yang masih kecil.

Sejak itu, Thukul hinggap dari satu tempat ke tempat yang lain berusaha menyelamatkan dirinya dari kejaran aparat. Dalam masa persembunyiannya, ia masih menulis beberapa sajak yang di antaranya untuk kedua anaknya.

Kalau teman-temanmu tanya

Kenapa bapakmu dicari-cari polisi

Jawab saja:

“Karena bapakku orang berani”

Antara bulan Maret-April 1998 jejaknya sudah tak diketahui. ketika rezim Soeharto berhasil dilengserkan pada 21 Mei 1998, Thukul belum juga keluar. Akhirnya, sang istri melaporkan ke Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KONTRAS) pada April 2000.

Hilangnya Thukul membuat Fosrum Sastra Surakarta (FSS) yang dimotori penyair Sosiawan Leak dan Wowok Hesti Prabowo menggelar sebuah forum solidaritas dengan judul “Thukul, Pulanglah” yang diadakan di Surabaya, Mojokerto, Solo, Semarang, Yogyakarta dan Jakarta.

Sampai sekarang, Thukul belum juga ditemukan. Entah apa yang sebenarnya terjadi, tak ada yang mengerti. Kasusnya pun seperti ditutup-tutupi dan tidak ada kabar dari pemerintah untuk mengungkap kasus Thukul.

Thukul tidak pernah terlibat dalam tindak kriminal, korupsi, atau represi yang merugikan negara, melainkan memperjuangkan keadilan dan advokasi melalui puisi. Namun, hak hidupnya direnggut tanpa prosedur hukum yang jelas.

Karya-Karya Wiji Thukul

teka teki orang hilang
gramedia

Hanya ada satu kata: Lawan!

Kata-kata dalam puisi Thukul memberikan penafsiran berbeda tentang puisi. Jika seni diartikan sebagai keindahan, maka seni sastra dalam definisi seorang Wiji Thukul, mana bisa diartikan sebagai keindahan?

Hidupnya dipenuhi dengan berbagai kepahitan. Dimulai latar belakangya yang hanya bagian dari kaum marginal, sampai aktivitasnya yang dipenuhi dengan getirnya memperjuangkan keadilan dan melawan kotornya kezaliman penguasa.

Gaya bahasa dalam puisi Thukul sama sekali tak mengandung keindahan kata-kata kiasan dan majas perumpamaan. Ia mengupas realitas sosial rakyat pinggiran melalui puisinya, dan tidak mungkin diekspresikan dengan diksi-diksi penuh majas nan romantis.

Dengan bahasa yang sederhana, Thukul menginginkan semua orang dari kalangan intelek maupun proletar bisa memahaminya secara jelas. Dengan bahasa yang sederhana, puisi-puisinya masih tetap digaungkan sampai sekarang seolah menjadi semacam kutukan bagi penguasa zalim.

Dalam sajaknya, ia katakan:

Waktu aku jadi buronan politik
karena bergabung dengan Partai Rakyat Demokratik
namaku diumumkan di koran-koran
rumahku digrebek – biniku diteror
dipanggil Koramil diinterogasi diintimidasi
(anakku –4 th—melihatnya!)
masihkah kau membutuhkan perumpamaan
untuk mengatakan : AKU TIDAK MERDEKA

 

Jakarta, 1 Nopember 1997

Ada tiga sajak Thukul yang populer dan menjadi sajak wajib dalam aksi-aksi massa, yaitu Peringatan, Sajak Suara, dan Bunga dan Tembok yang ketiganya ada dalam antologi “Mencari Tanah Lapang” yang diterbitkan oleh Manus Amici, Belanda, pada 1994.

Tapi, sesungguhnya antologi tersebut diterbitkan oleh kerjasama KITLV dan penerbit Hasta Mitra, Jakarta. Nama penerbit fiktif Manus Amici digunakan untuk menghindar dari pelarangan pemerintah Orde Baru.

Selain itu, kumpulan puisi yang lain seperti Puisi Pelo dan Darman diterbitkan Taman Budaya Surakarta.

Penghargaan Wiji Thukul

Tentu dengan berbagai lika-liku perjuangannya, karya-karyanya, dan kisah-kisah kehidupannya, Thukul mendapatkan beberapa penghargaan dari berbagai institusi.

Berkat puisi-puisinya, Thukul diundang untuk membacakan puisi di Kedubes Jerman di Jakarta oleh Goethe Institut pada tahun 1989. Di tahun 1991, ia tampil membacakan puisi di “Pasar Malam Puisi” di Pusat Kebudayaan Belanda, Jakarta.

Di tahun yang sama, Thukul bersama dengan W.S. Rendra mendapatkan penghargaan Wertheim Encourage Award yang diberikan oleh Wertheim Stichting dari Belanda.

Pada 2002, Thukul lagi-lagi mendapatkan penghargaan “Yap Thiam Hien Award 2002”, sebuah penghargaan dari Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia kepada orang-orang yang berjasa besar dalam upaya penegakan hak asasi manusia di Indonesia.

Di tahun yang sama, sebuah film dokumenter dibuat tentang Wiji Thukul oleh Tinuk Yampolsky. Sebuah penghargaan karena kisah-kisahnya yang luar biasa.

***


Baca juga: Biografi Sapardi Djoko Damono – Legenda Sastra Masa Kini


Sekali lagi, jasad Wiji Thukul hilang, tetapi puisi perlawanannya belumlah hilang. Ia pernah berkata, “…jika kita menghamba pada ketakutan, kita akan memperpanjang barisan perbudakan.”

Puisi Thukul memang keras, tetapi tidak buas. Puisi Thukul penuh gugatan, tetapi bukan hujatan. Hal itu akan terlihat pada puisinya berjudul Aku Menuntut Perubahan saat jelang Pemilu Juni 1992.

Itulah biografi Wiji Thukul lengkap kita hadirkan dari sumber-sumber referensi terpercaya. Untuk menyimak kumpulan puisi Wiji Thukul, silakan kunjungi halaman ini.

Semoga menginspirasi!

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *