Bisnis Ritel: Pengertian, Jenis-Jenis, Ciri-Ciri, dan Contohnya

Mengulas secara lengkap seluk beluk bisnis ritel, mulai dari pengertiannya, ciri-ciri, jenis-jenis, hingga bentuk hukum yang mendasarinya.

Barangkali, bisnis retail (ritel) sudah menjadi kata yang tidak asing di tengah masyarakat kota. Jangankan kalangan pebisnis, orang-orang awam pun mungkin sudah sering mendengarnya.

Sebagai bagian dari bentuk usaha, bisnis retail merupakan salah satu bentuk bisnis yang populer. Apalagi dengan kemajuan teknologi seperti saat ini, pemasaran bisnis ini bisa dilakukan secara online.

Kurang lebih, itulah kenapa orang-orang pada tertarik untuk menjalankan bisnis ini.

Namun meski begitu, tidak banyak orang yang memahami secara betul apa itu bisnis retail? Bagaimana cara kerjanya? Toko ritel itu yang seperti apa?

Nah, pada artikel ini, kita akan dijelaskan secara rinci tentang segala hal mengenai bisnis ritel. Mulai dari pengertiannya, jenis-jenisnya, ciri-ciri, hingga hukum yang mendasarinya.

Pengertian Bisnis Ritel

Bisnis retail adalah aktivitas memasarkan produk, baik berupa barang maupun jasa, dalam jumlah satuan atau ecerean secara langsung kepada konsumen.

Adapun konsumen banyak membeli barang ke toko ritel dalam jumlah satuan karena memang hanya digunakan untuk penggunaan pribadi, bukan untuk dijual kembali.

Dikenal juga dengan istilah “bisnis eceran”, sementara pelaku bisnis ini biasa disebut sebagai “pengecer” atau retailer.

Di zaman modern ini, bisnis retail bukan cuma dilakukan dalam bentuk toko ritel secara fisik, namun juga bisa secara digital dalam bentuk toko online.

Dalam dunia bisnis, pelaku bisnis retail bertugas sebagai perantara antara produsen dengan konsumen.

Setelah membeli secara grosir kepada supplier (pemasok), retailer akan menjualnya kembali kepada konsumen secara eceran dengan menentukan harga tertentu untuk mengambil keuntungan.

Oleh karena itu, bisnis ritel ini merupakan salah satu komponen penting dalam supply chain (rantai pasokan).

Tanpa adanya pelaku bisnis retail ini, pihak produsen (perusahaan) tentu akan kesulitan menjangkau konsumen secara langsung untuk memasarkan produknya.

Bisnis retail tentu berbeda dengan bisnis grosir. Bisnis grosir menjual barang-barangnya secara grosir, sementara bisnis retail menjual barang-barang secara eceran.

Hal ini tentu berdampak pada harga barang yang ditawarkan antara toko grosir dengan toko retail.

Dalam skala bisnis yang lebih besar, bisa dikatakan pendistribusian sebuah produk secara berurutan dimulai dari produsen (pabrik), bisnis grosir, bisnis retail, lalu konsumen.

Sebuah produksi muncul dari produsen, lalu produsen berhubungan langsung dengan bisnis grosir, lalu bisnis grosir menjualnya kepada retailer, lalu retailer menjualnya secara eceran kepada konsumen.


Baca juga: Pengertian UMKM, Mengulas Fungsi dan Perkembangannya di Indonesia


Jenis-Jenis Bisnis Ritel

pasar tradisional
pexels.com

Mungkin, kita lebih mengenal bisnis ritel dalam bentuk minimarket atau waralaba. Padahal, bisnis retail ini dapat berupa toko-toko yang seringkali kita temui, seperti: toko kelontong, toko online, atau MLM.

Namun untuk mengenal secara lebih detail mengenai bisnis retail ini, ada banyak jenis yang mesti kita tahu yang dapat dikategorikan berdasarkan: produk yang dijualkepemilikanskala usaha, hingga lokasi penjualan.

1. Jenis Bisnis Ritel berdasarkan Produk yang Dijual

Berdasarkan jenis produk yang dijual, bisnis retail dapat dikategorikan dalam beberapa jenis: product retailservice retail, dan non-store retail.

  • Product retail adalah jenis bisnis retail yang menjual barang sebagai produknya. Contohnya: toko mainan, toko elektronik, toko alat tulis, atau toko kelontong yang menjual beraneka ragam barang dari berbagai merk.
  • Service retail yaitu bisnis retail yang menjual jasa atau layanan sebagai produknya. Contohnya: jasa perawatan taman, jasa perbaikan kendaraan, pengasuhan anak, dan sebagainya.
  • Non-store retail adalah bisnis retail yang menggunakan media tertentu untuk memasarkan produknya. Contohnya: vending machine dan toko online yang tergabung dalam marketplace.

2. Jenis Bisnis Ritel berdasarkan Kepemilikan

Berdasarkan sifat kepemilikannya, bisnis ritel dapat dikategorikan dalam: ritel mandiri (independen)waralaba, dan kelompok usaha.

  • Ritel mandiri adalah bisnis retail yang berjalan secara mandiri tanpa afiliasi atau bergabung pada pihak mana pun. Contohnya: toko kelontong, warung kecil, atau rumah toko (ruko).
  • Waralaba atau franchise yaitu bisnis yang dijalankan oleh franchisee (bisnis turunan) yang menggunakan manajemen bisnis dengan standar franchisor (perusahaan pusat). Contohnya: Alfamart dan Indomaret.
  • Kelompok usaha. Selain kedua jenis di atas, bisnis retail juga dapat berjalan dalam suatu manajemen berskala besar yang sahamnya dimiliki oleh banyak pihak. Contohnya: department store, swalayan, dan toserba.

3. Jenis Bisnis Ritel berdasarkan Skala Usaha

Dilihat dari besar kecilnya skala usaha, bisnis ritel bisa dikategorikan menjadi dua jenis: ritel skala kecil dan ritel skala besar.

  • Bisnis ritel skala besar yaitu pihak retailer memasarkan produk dalam skala pasar yang luas. Contohnya: Hypermart, department store, ataupun supermarket.
  • Sementara bisnis ritel skala kecil memasarkan produknya dalam jangkauan pasar yang tidak terlalu luas. Bisnis ini juga biasa dikenal dengan pengecer tradisional. Contohnya: pedagang kaki lima, pedagang keliling, warung kecil.

4. Jenis Bisnis Ritel berdasarkan Lokasi Penjualan

Terakhir, bisnis retail juga dapat dikategorikan berdasarkan lokasi penjualan. Retailer yang memiliki akses secara langsung ke jalan umum termasuk dalam jenis strip mal atau lahan komersial.

Ada pula bisnis retail dengan bentuk pusat perbelanjaan yang terdiri dari gabungan retailer yang memasarkan produk-produk dalam kawasan atau bangunan yang sama.

Ciri-Ciri Bisnis Ritel

bisnis ritel
pixabay.com

Setelah memahami apa itu bisnis ritel dan beragam jenisnya, hal itu tidak serta merta membuat kita memahami secara menyeluruh mengenai bisnis retail dan seluk beluknya.

Masih ada berbagai jenis bisnis yang mirip-mirip dengan konsep bisnis ritel, namun ternyata bukan bagian dari jenis bisnis ritel.

Nah, untuk memahami secara menyeluruh seputar bisnis retail beserta seluk beluknya, berikut rincian ciri-ciri dan karakteristik bisnis ritel yang wajib kita ketahui.

1. Menjual barang secara eceran atau satuan

Berbeda dengan toko grosir yang memang menawarkan barang secara grosir karena target penjualannya ditujukan kepada pedagang untuk dijual kembali.

Bisnis retail menjual barang secara satuan, dan targetnya ditujukan langsung kepada konsumen yang menggunakan barang tersebut.

Tentu, strategi pemasarannya pun berbeda. Dalam bisnis retail, tentu sangat penting bagi kita untuk bisa menjelaskan keunggulan dan fitur produk dalam mempromosikannya.

2. Berhadapan secara langsung kepada konsumen

Seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya, bahwa target penjualan bisnis ritel adalah konsumen yang memang menggunakan barang atau produk tersebut, bukan untuk dijual kembali.

Maka selain dapat menjelaskan fitur dan keunggulan produk, retailer juga perlu memiliki sistem dan proses transaksi yang praktis, cepat, dan anti ribet. Selain itu, kita juga perlu memastikan bahwa barang yang dicari konsumen selalu tersedia.

Dalam strategi pemasarannya, banyak retailer saat ini sudah sangat kreatif dengan menyediakan layanan lebih untuk menarik konsumen, seperti menyediakan toko online maupun offline, konsultasi belanja, dan banyak hal lainnya.

3. Tidak terikat perjanjian dengan pihak produsen atau supplier

Hal ini yang membedakan antara bisnis retail dengan distributor.

Kalau distributor tentu ada ikatan kerjasama dengan pihak produsen, sehingga ada aturan-aturan yang harus disepakati dalam pemasarannya, seperti: target penjualan dalam periode tertentu, larangan menjual produk yang sama dari produsen lain, dan lain sebagainya.

Sementara bisnis retail, tidak ada ikatan apapun dengan pihak produsen atau supplier. Retailer hanya perlu membeli secara grosir kepada supplier dan menjualnya secara eceran kepada konsumen dengan menetapkan harga untuk meraih keuntungan.


Baca juga: Cara Kerja MLM, dari Pengertian hingga Contohnya di Indonesia


Perbedaan Bisnis Ritel dengan Distributor

Memang ada kemiripan antara bisnis ritel dengan distributor, yaitu sama-sama membeli barang kepada produsen dalam jumlah besar, lalu menjualnya kembali dengan satuan jumlah yang lebih kecil.

Namun, antara keduanya tentu saja memiliki perbedaan mendasar yang wajib kita ketahui. Berikut ciri-ciri yang berbeda antara bisnis retail dan distributor.

Distributor Bisnis Ritel
Adanya kerjasama dengan pihak produsen. Tanpa ada ikatan kerjasama dengan pihak produsen atau supplier
Terikat kontrak kerjasama dengan produsen untuk membeli barang dalam jumlah tertentu. Tidak terikat kontrak apapun dengan produsen/supplier
Keuntungan ditetapkan sesuai kesepakatan: bisa beli putus atau dengan sistem komisi. Keuntungan diperoleh dengan menetapkan harga sendiri.
Tidak menjual barang secara langsung kepada konsumen, melainkan melalui agen. Menjual produk secara langsung kepada konsumen.

Dari rincian kedua ciri-ciri di atas, dapat dilihat cukup jelas perbedaan antara kedua jenis usaha tersebut.

Meskipun sama-sama membutuhkan modal yang cukup besar, bisnis distributor tentu terkesan lebih rumit karena ada berbagai persyaratan, seperti: keharusan izin, adanya ikatan kontrak, dan berbagai aturan lainnya.

Namun terlepas dari itu semua, masing-masing tentu memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.

Bentuk Hukum Bisnis Ritel

hukum bisnis
pexels.com

Dalam menjalankan bisnis, tentu ada sejumlah hukum yang menjadi dasar dari bisnis tersebut, termasuk dalam hal ini: bisnis retail.

Adapun bentuk hukum dari bisnis ritel sendiri dapat dikategorikan menjadi 3 bagian, yaitu:

  1. Sole proprietorship (perseorangan), yaitu bentuk hukum untuk bisnis ritel yang kepemilikannya bersifat perseorangan atau mandiri, tanpa ada ikatan afiliasi dengan pihak lain dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.
  2. Partnership (kemitraan), yaitu bentuk hukum untuk bisnis ritel yang kepemilikannya melibatkan 2 orang atau lebih dalam menjalankan bisnis ritelnya.
  3. Joint venture (usaha bersama), yaitu bentuk hukum untuk bisnis ritel yang dijalankan melalui kolaborasi dari 2 pihak atau lebih dengan persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat. Dalam hal ini, akan diatur berdasarkan kesepakatan mengenai pembagian modal, pembagian keuntungan, dan berbagai ketentuan lainnya.

Bisnis ritel sendiri ada yang berbentuk tradisional dan modern. Yang dimaksud ritel tradisional adalah pedagang kaki lima, pedagang pasar, dan warung-watung kecil lainnya.

Untuk menjalankan bisnis retail tradisional, kita tidak perlu mendirikan badan hukum tertentu.

Sedangkan ritel modern meliputi: supermarket, department store, hypermart, dan sejenisnya.

Nah, untuk menjalankan ritel modern ini, tentu izin khusus sesuai dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah, yaitu:

  1. Mendirikan badan hukum,
  2. Mengurus Izin Usaha Toko Modern sesuai dengan Pasal 12 dan 13 Perpres 112/2007, Pasal 12 Permendagri 53/2011,
  3. Mengurus Tanda Daftar Perusahaan (TDP) sesuai Pasal 2 (1) Permendag 36/07,
  4. Mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas Toko Modern,
  5. Mengurus Surat Keterangan Domisili Perusahaan,
  6. Mengurus Surat Tanda Pendaftaran Waralaba, dan
  7. Mengurus Izin Gangguan sesuai Permendagri 27/2009.

***

Nah, itulah ulasan lengkap mengenai seluk beluk bisnis retail yang bisa saja dijalankan oleh siapapun. Mulai dari pedagang kaki lima, hingga berskala besar berupa supermarket atau departmen store.

Untuk menjalankan bisnis ini, tentu kita perlu membuat perencanaan bisnis yang matang. Business plan sangatlah berguna untuk berjalannya bisnis, mulai dari merintis, menjalankannya, hingga memprediksi keberhasilan di masa mendatang.

Selain itu, menganalisis peluang juga perlu dilakukan sebelum mengawali sebuah bisnis, termasuk bisnis ritel. Hal ini guna menentukan strategi pemasaran yang tepat dan menimalisir kegagalan.

Selamat mencoba!

1 komentar untuk “Bisnis Ritel: Pengertian, Jenis-Jenis, Ciri-Ciri, dan Contohnya”

  1. Betul memang, sebelum melangkah lebih jauh untuk menjalankan ide usaha termasuk usaha retail seperti di atas. Kita perlu terlebih dahulu menguasai metode analisa usaha yang tepat guna menghindari kemungki-kemungkinan buruk yang bisa muncul di kemudian hari, dan mengganggu kelancara usaha yang kita mulai.

    Sebenarnya ada salah metode analisis yang umum digunakan dalam setiap model usaha, yaitu analisis SWOT. analisis SWOT ini juga bisa kita gunakan dalam membuat strategi pemasaran konveksi dan usaha-usaha lainnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *