Mengulas keunikan kesenian tari Jaranan dari Jawa Timur. Membahas mulai dari sejarah, makna filosofis, hingga karakteristiknya yang khas.
Zaman dahulu tari tradisional digunakan oleh para nenek moyang sebagai media untuk melakukan ritual keagamaan. Namun seiring perkembangan zaman, tarian ini menjadi salah satu media hiburan masyarakat di Indonesia. Salah satu dari tarian tradisional tersebut adalah tari Jaranan.
Daftar Isi
Sejarah Munculnya Tari Jaranan

Menurut sejarah, tarian ini merupakan kesenian tradisional yang berasal dari Kediri. Banyak versi yang menceritakan sejarah tarian ini. Konon katanya, tarian ini mulai berkembang berawal dari pernikahan antara Dewi Songgolangit dengan Klono Sewandana.
Cerita secara lebih lengkap tentang percintaan Klono Sewandono dengan Putri Kediri Dewi Songgolangit dapat dilihat pada artikel sejarah Reog Ponorogo.
Berawal pada tahun 1041, dimana peristiwa terbelahnya Kerajaan Kahuripan menjadi 2, yakni Kerajaan Jenggalan bagian timur serta Kerajaan Panjalu, yang selanjutnya disebut sebagai Kerajaan Kediri bagian barat.
Dewi Songgolangit merupakan putri Kerajaan Panjalu yang memiliki paras yang begitu cantik. Kecantikannya ini bahkan membuat banyak pria ingin meminangnya untuk dijadikan istri. Singkat cerita, akhirnya Klono Sewandana-lah yang terpilih menjadi suami sang putri.
Saat upacara pernikahan berlangsung, yaitu tepatnya saat iring-iringan pengantin inilah yang menjadi awal munculnya kesenian ini.
Kedua mempelai ini diarak dari Kerajaan Panjalu ke Wengker oleh para prajurit kerajaan yang menunggangi kuda, serta diiringi dengan alat musik yang terbuat dari besi dan bambu. Untuk mengenang peristiwa pernikahan Dewi Songgolangit inilah kemudian terciptalah tarian ini.
Makna Filosofis Pada Tari Jaranan

Makna filosofis pada kesenian ini berasal dari properti yang digunakan yaitu kuda lumping. Kuda lumping memang sudah ada sejak zaman dulu, tepatnya saat kerajaan Hindu. Pada masa itu, kuda lumping digunakan sebagai media komunikasi dengan para leluhur. Itulah sebabnya pada tarian ini mengandung unsur magis.
Tarian ini mencapai puncaknya ketika salah satu penarinya mulai mengalami trance atau kerasukan. Konon katanya, kerasukan tersebut dipercaya sebagai roh nenek moyang, maka dari itu orang yang kerasukan ini akan diperlakukan dengan baik.
Biasanya, penari yang mulai kerasukan akan melakukan hal-hal di luar nalar manusia biasa. Biasanya pertunjukkan yang sering kita lihat adalah ketika orang tersebut memakan beling atau silet tanpa luka sedikitpun.
Meskipun terkesan menyeramkan, tarian ini memiliki makna yang begitu mendalam. Beberapa pertunjukan tari Jaranan yang memiliki makna antara lain:
1. Pertandingan Antara Warok dan Gemblakan
Di daerah Ponorogo, peristiwa masuknya roh ke tubuh salah seorang penari disebut warok. Peristiwa inilah yang akan membuat penari yang kerasukan menjadi jahat dan beringas. Lawan dari warok inilah yang disebut gemblakan.
Pertandingan antara warok dan gemblakan selalu ada pada setiap pertunjukan tari Jaranan. Hal ini menggambarkan sebagai sifat manusia ada yang baik maupun yang jahat.
2. Masuknya Roh ke Dalam Tubuh (Kerasukan)
Peristiwa kerasukan ini mempunyai makna, yaitu terdapat kekuatan besar yang memang ada di luar kendali manusia. Manusia telah dibekali akal selama hidupnya, akal tersebut harus digunakan sebaik-baiknya untuk menjadi manusia seutuhnya.
Tentu saja semua yang terjadi pada manusia sudah menjadi kehendak Sang Pencipta, sehingga muncul rasa berserah diri kepada Tuhan sesuai kepercayaan masing-masing. Selain itu, peristiwa kerasukan ini menjadi sebuah pengingat bahwa terdapat kehidupan selanjutnya setelah meninggal.
3. Kuda Lumping
Kuda lumping merupakan properti utama yang digunakan untuk menampilkan tarian ini. Kuda lumping melambangkang kekuatan, keberanian, dan pantang menyerah. Lambang inilah yang harus ada dalam setiap kehidupan manusia.
Selain itu, warna dari kuda lumping yang digunakan juga memiliki arti tersendiri. Beberapa warna kuda lumping yang sering digunakan yaitu:
- Putih : sebagai simbol kesucian
- Merah : sebagai simbol keberanian
- Hitam : sebagai simbol kejahatan (sifat buruk manusia)
Gerakan pada Tari Jaranan

Dalam tarian ini, setiap gerakan yang dilakukan terbagi menjadi beberapa segmen dalam struktur pertunjukannya. Pada setiap segmen tersebut, penari akan menyajikan gerakan-gerakan berdasarkan makna yang ada pada tari tradisional ini. Secara umum gerakan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Bukak Kalangan
Sebelum pertunjukan dimulai, penampilan akan diawali dengan munculnya seorang pawang sebagai pemimpin pertunjukan. Pawang ini akan membawa alat cambuk yang digunakan untuk mencambuk tanah sambil mengitari area pertunjukan.
Gerakan ini mencambuk tanah ini memiliki makna sebagai lambang perlindungan area pertunjukan dari segala gangguan. Nah, gangguan yang dimaksud, baik yang berasal dari manusia maupun makhluk ghaib.
2. Tarian Jaranan
Tarian ini ditampilkan dengan kurang lebih 4 orang penari yang menggunakan kuda tiruan yang disebut kuda lumping. Biasanya, kuda lumping yang digunakan berwarna hitam dan putih sebagai lambang keadaan dunia yang berlawanan.
Terdapat 3 adegan yang dilakukan penari, antara lain:
- Solah prajuritan pertama, sebuah gerakan yang dilakukan penari untuk menggambarkan prajurit yang telah siap berperang.
- Solah prajuritan kedua, yaitu gerakan yang dilakukan penari untuk menggambarkan prajurit berkuda yang berperang melawan barongan atau macana serta celeng. Penari yang berperan sebagai celeng menggunakan kostum seperti babi hutan. Kemenangan penari berkuda ini merupakan simbol peperangan antara kebaikan dan keburukan akan selalu dimenangkan oleh kebaikan.
- Solah krida. Gerakan ini menggambarkan suatu keberhasilan dalam melewati berbagai rintangan kehidupan.
3. Tari Macanan atau Barongan
Gerakan ini dilakukan saat penari jaranan telah selesai ditampilkan. Setelah selesai, maka akan muncul penari yang menggunakan kostum macan yang ikut menari. Macan dalam tarian ini merupakan simbol keburukan (negatif).
4. Tari Celengan
Tari Celengan merupakan penanda berakhirnya penampilan pada pertunjukan ini. Penari ini akan menggunakan kostum babi hutan dan ikut menari sesuai dengan iringan musik. Dalam tarian ini, babi hutan melambangkan kebaikan (positif).
Maknanya adalah agar manusia taat dan selalu ingat dengan kehidupan yang akan datang. Secara etimologi, celeng dimaknai sebagai menabung.
Baca juga: Kesenian Bantengan, Menelusuri Kesenian Daerah Mojokerto
Pola Lantai pada Tari Jaranan

Secara umum, pola lantai pada tari Jaranan memiliki beberapa jenis, antara lain:
1. Panjer Papat
Panjer papat merupakan posisi penari saat berdiri pada empat sudut. Empat sudut ini menggambarkan pusat kehidupan (panjer) yang bermakna, bahwa harus senantiasa ingat kepada sang pencipta.
2. Prapatan
Prapatan merupakan pola lantai yang berpindah-pindah tempat, di mana mengartikan setiap kehidupan manusia yang harus selalu bergerak. Bergerak di sini memaknai bahwa manusia satu dan yang lainnya harus saling tolong-menolong.
3. Puteran
Pola lantai ini seolah seperti penari memutari arah kiblat, artinya bahwa dalam kehidupan manusia harus saling mengimbangi.
4. Lanjaran
Lanjaran merupakan posisi penari saat berdiri pada satu garis lurus yang menggambarkan kesatuan. Pola lantai ini mempunyai makna bahwa setiap kehidupan manusia harus menyatu dalam rohaniah maupun batiniah.
Baca juga: Tari Topeng Malangan, Menyoal Sejarah, Makna, dan Karakteristiknya
Properti pada Tari Jaranan

Properti yang digunakan untuk menampilkan tarian ini dibagi menjadi dua yaitu iringan musik dan properti yang digunakan penarinya.
1. Alat Musik
- Kenong
- Kendang
- Gong
- Kempul terompet
- Kecer (bentuknya seperti penutup gelas)
2. Properti Penari
- Kuda lumping. Menjadi properti utama pada pertunjukan tari Jaranan yang biasanya terbuat dari anyaman bambu.
- Cambuk (pecut). Alat yang digunakan pawang sebagai penanda dimulainya pertunjukan tari Jaranan.
- Selendang
- Parang (golok)
- Kacamata hitam
- Gelang kaki
- Gelang tangan
- Penutup kepala
- Busana dan tata rias penari
Busana serta tata rias penari Jaranan disesuaikan dengan lakon yang diperankannya. Sebagai contoh adalah riasan yang dikenakan penari celeng tidak perlu dipasangi taring pada bibirnya, cukup dibuat riasan yang tajam yang disesuaikan dengan properti yang digunakan.
Meskipun kesenian ini memiliki bentuk pertunjukan yang cukup ekstrim, ternyata ada makna yang sangat dalam dari tarian ini. Meskipun kita telah memasuki era modern seperti sekarang.
Yuk, sama-sama kita lestarikan warisan budaya nenek moyang agar tetap ada hingga ke anak dan cucu kita nanti.