Tari Tayub, Menelusuri Eksotisme Tarian Pergaulan dari Blora

Menelusuri keunikan dan ciri khas Tari Tayub sebagai induk dari banyak tarian di Jawa Tengah.

Bisa dibilang, Tari Tayub merupakan induk dari banyak tarian tradisional di Jawa Tengah. Secara, tarian ini sudah berumur sangat tua dan menjadi cikal bakal terciptanya Tari Gambyong yang lebih populer.

Tari Tayub, atau pagelaran Tayuban, adalah salah satu kesenian yang berasal dari Jawa Tengah, khususnya daerah Blora. Sebuah tarian yang mengandung unsur keindahan dan keserasian gerak.

Tari Tayub dinilai memiliki kemiripan dengan Jaipongan di Jawa Barat. Selain itu, tarian ini juga identik dengan Tari Gambyong yang lebih terkenal sebagai tarian tradisional di Jawa Tengah.

Asal Usul & Sejarah Kesenian Tayub

sejarah tari tayub
pikiran-rakyat.com

Tayub merupakan salah satu bentuk kesenian yang telah berumur sangat tua, keberadaannya diperkirakan telah menjadi bagian dari masyarakat zaman kerajaan di Nusantara.

Pada awal kemunculannya, tarian ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan upacara adat sebagai rasa syukur dan memohon keselamatan kepada Tuhan.

Mengenai asal usul kata “tayub”, ada beberapa versi yang tercatat di berbagai sumber referensi.

Pertama, kata tayub” berasal dari kata “tata” dan “guyub”. Tata berarti “teratur”, sementara guyub berarti “rukun/kerukunan”.

Dalam versi ini, tayub dapat dimaknai sebagai sebuah bentuk kesenian yang ditata secara teratur untuk menciptakan masyarakat yang rukun.

Istilahnya, “ditata ben guyub”, yaitu diatur dengan baik untuk menjaga kerukunan antar sesama masyarakat.

Versi kedua, kata “tayub” berarti “bersenang-senang” dengan ngibing (menari/berjoget) bersama tandak (ronggeng)

Ketiga, “tayub” atau “nayub” berasal dari kata “sayub” yang merujukpada minum-minuma keras. Di masa lalu, penanggap kesenian Tayub memang biasa menghadirkan minuman keras dan ini menjadi hal yang lazim.

Bahkan, ada pula yang mengatakan bahwa pagelaran kesenian Tayub tanpa minuman keras bagaikan sayur tanpa garam.

Dalam perjalanannya, selain menjadi bagian dari upacara memohon kesuburan kepada Dewi Padi, tarian juga biasa ditampilkan dalam upacara jumenengan (penobatan) raja.

Selanjutnya, eksistensi tari Tayub semakin merambah ke fungsi-fungsi lain yang masih berhubungan dengan acara-acara keraton, seperti: penyambutan tamu agung, acara syukuran pejabat baru, hingga pemberangkatan panglima ke medan perang.


Baca juga: Tari Gambyong, Dari Jalanan Menjadi Tarian Keraton


Perkembangan Tari Tayub

sejarah tari tayub
mistikindonesia.com

Hingga berada di zaman yang kian modern, tari Tayub yang semula bersifat sakral dan hanya disajikan di lingkungan keraton, tarian ini kini menjadi tarian rakyat yang biasa disajikan dalam acara-acara kesenian.

Masyarakat Jawa hingga kini masih menjadikan kesenian Tayub sebagai bagian dari berbagai upacara masyarakat, seperti bersih desa atau bersih dusun yang biasa dilaksanakan setahun sekali setelah masa panen.

Dalam upacara adat pesta panen ini, tari Tayub biasa ditampilkan secara bersama-sama oleh seluruh warga desa di pendopo atau balai pertemuan.

Kepala desa akan menjadi pegibing pertama sebagai bentuk penghormatan, lalu disusul warga-warga yang lain.

Dalam acara pesta pernikahan, pertunjukan Tayub juga biasa digelar untuk memeriahkan pesta. Tarian ini akan ditampilkan pada saat mempelai laki-laki dipertemukan dengan mempelai perempuan.

Biasanya, pengantin laki-laki akan mendapat kehormatan untuk menari terlebih dahulu bersama ledhek (penari Tayub).

Selain latar belakang sejarah, pertunjukan tari Tayub juga sempat menimbulkan berbagai kontroversi di kalangan masyarakat. Gerakan penari yang terkadang erotis untuk menghidupkan suasana seringkali dipandang sebagai perbuatan yang kurang sopan.

Tentu hal ini memberikan kesan negatif yang selanjutnya menjadi stigma pada kesenian Tayub juga para pelakunya.

Untuk memperbaiki citra tari Tayub yang telah mengakar dalam sejarah masyarakat seperti halnya pada kesenian ronggeng, berbagai upaya dilakukan oleh penggiat kesenian ini.

Aturan berkesenian Tayub pun diperketat menyesuaikan norma-norma baru di masyarakat. Para penari yang awalnya mengenakan busana kemben, diganti menjadi kebaya berlengan dengan kain panjang agar lebih tertutup.

Tempat pertunjukan yang awalnya membaur dengan para penonton, diubah menjadi konsep panggung sehingga ada jarak antara penari dengan penonton.

Selain itu, keterlibatan minuman beralkohol juga tidak diizinkan lagi.


Baca juga: Tari Beksan Wireng, Dari Jenggala Kediri ke Mangkunagaran


Makna Filosofis Tari Tayub

tayuban blora
inibaru.id

Dalam kebudayaan Jawa, kesenian Tayub mengandung nilai-nilai positif yang adiluhung. Tarian ini mengandung nilai-nilai spiritual, pemahaman hidup manusia dengan Tuhan, serta juga memiliki makna filosofis tentang jati diri manusia.

Dalam legenda Jawa, asal-usul tayuban juga berkaitan erat dengan kisah kadewatan (dewa-dewi), yaitu dimana para dewa-dewi melakukan tarian berjajar-jajar dengan tubuh serasi atau guyup.

Berakar dari kisah tersebut, kemunculan tari Tayub dalam masyarakat Jawa difungsikan sebagai bagian dari upacara adat dan sebagai ajang pergaulan antar sesama masyarakat.

Dalam pemahaman kejawen, tari Tayub sarat akan unsur filosofis tentang jati diri manusia dengan sifat keempat nafsu.

Dalam kesenian Tayub, biasanya ada seorang penari laki-laki yang menjadi sentral sebagai gambaran keberadaan nafsu mulhamah.

Dengan adanya empat orang penari laki-laki pendamping yang disebut dengan pelarih, memberikan gambaran tentang sifat empat nafsu manusia: alumah (hitam), amarah (merah), sufiah (kuning), dan mutmainah (putih).

Sementara itu, ledhek (penari) menggambarkan cita-cita keselarasan hidup yang sebenarnya diinginkan manusia.


Baca juga: Tari Gambir Anom, Kesenian Klasik dari Surakarta


Pertunjukan Tari Tayub

festival budaya
seringjalan.com

Dalam pertunjukannya, tari Tayub biasanya dibawakan oleh penari perempuan dan laki-laki secara berpasangan. Bisa kurang atau lebih, tergantung kemampuan orang yang menanggap (mengadakan acara).

Selain penari, ada juga kelompok musik yang bertugas mengiringi tarian. Ada waranggana (pesinden) dua orang, seorang gerong (penyanyi laki-laki), serta pemain gamelan sekitar 12 orang.

Seperangkat alat musik gamelan juga dilibatkan secara lengkap berlaras pelog dan slendro untuk menyesuaikan gendhing yang dinyanyikan. Para pemain musik ini biasanya berada di luar panggung.

Pertunjukan akan dibuka dengan tetalu, sebuah musik instrumental sebanyak dua hingga tiga gendhing untuk menunggu para ledhek (penari) siap.

Setelah siap, beberapa penari lalu muncul untuk membawakan tarian pembuka yang oleh masyarakat setempat disebut srimpen.

Lalu, dilanjutkan dengan sambutan dari penanggap (tuan rumah) yang menyampaikan maksud dan tujuan diadakan pertunjukan Tayub tersebut.

Selama jalannya pertunjukan, ada kalanya seorang penari mengalungkan selendang atau kain sampur kepada salah satu tamu yang hadir untuk ikut menari ngibing bersama.

Tamu yang diajak menari juga secara antusias memesan jenis gendhing (lagu) kepada kelompok pemain musik sebagai pengiring tarian.

Selendang pertama biasanya akan diberikan kepada tuan rumah sebagai bentuk penghormatan kepada penanggap. Setelah itu, secara berurutan selendang berikutnya diberikan kepada orang-orang terdekat dengan tuan rumah.

Dalam perkembangannya saat ini, kesenian Tayub kini jauh lebih sopan ketimbang pagelaran Tayub di masa lalu. Banyak hal yang diubah untuk menyesuaikan norma-norma yang berkembang dan berlaku di masyarakat.

Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak senonoh selama pertunjukan, diadakan jarak antara penari dengan penonton.

Sebelum pertunjukan, biasanya dibuat daftar orang-orang yang akan nayub agar tidak ada sembarang orang yang ikut menari bersama ledhek.

Begitu juga dengan waktu pelaksanaannya, pagelaran Tayub kini lebih sering diadakan pada siang hari sehingga orang-orang akan sungkan untuk bersikap tidak sopan.

Referensi:

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *