Merinci nama-nama tokoh seni lukis Indonesia yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan seni lukis di Indonesia.
Pada abad 19 akhir, ketika Nusantara masih berada di bawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, seorang pemuda Terboyo, Raden Saleh, pulang dari pengembaraannya di Eropa membawa pengaruh seni lukis gaya Barat yang saat itu sedang berkembangnya aliran romantisisme. Di saat itulah, sejarah perkembangan seni lukis modern Indonesia bermula.
Seiring dengan perkembangannya, berbagai aliran masuk melalui tangan-tangan sakti para seniman Indonesia yang mendunia. Mereka mengembara di belahan bumi lain, melukis raja-raja, menggelar pameran, sampai menjadi pelukis resmi istana negara-negara Eropa.
Ada juga yang menancapkan pengaruhnya dengan mendirikan berbagai perkumpulan seniman. Mengadakan pertemuan untuk belajar bersama, berkarya bersama, dan bekerja sama antar sesama seniman.
Di antara para seniman Indonesia yang memiliki karya lukis yang luar biasa, ada beberapa nama yang memiliki pengaruh kuat dalam perkembangan seni lukis Indonesia. Inilah tokoh seni lukis Indonesia yang paling berpengaruh terhadap seni lukis Indonesia.
Baca juga: Sejarah Seni Lukis dan Perkembangannya di Indonesia
Daftar Isi
1. Raden Saleh

Raden Saleh Sjarif Boestaman lahir di Terboyo, dekat Semarang yang saat itu masih di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Tahun lahirnya simpang siur antara 1811 dan 1814. Putra dari Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal dan Mas Adjeng Zarip Hoesen yang merupakan keturunan Jawa-Arab.
Semasa Raden Saleh bekerja di Lembaga Pusat Penelitian Pengetahuan dan Kesenian di Bogor, bakat menggambarnya yang ia gemari semenjak kecil tercium juga oleh A.A.J. Payen, pelukis keturunan Belgia yang sedang menjalankan tugas dari pemerintah Hindia Belanda. Dari Payen-lah, Raden Saleh mengenal dan mendalami teknik melukis gaya Barat.
Melalui bantuan Payen, Raden Saleh berangkat belajar melukis ke Belanda dan dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda. Dari sanalah ia mengawali kegemilangannya sebagai seniman lukis. Di bawah bimbingan Cornelis Kruseman dan Andries Schelfhout, ia belajar melukis hingga menggelar berbagai pameran di Belanda yang membuat terkesima masyarakat Belanda.
Di Eropa, Raden Saleh menggelar berbagai pameran dan mendapat banyak pesanan dari para raja dan keluarga bangsawan. Ia bersahabat dengan Horace Vernet dan mulai terpengaruh dengan karya-karya romantisisme yang memang sedang gandrung-gandrungnya di Eropa.
Sepulangnya dari Eropa, Raden Saleh menyandang berbagai gelar kehormatan karena kegemilangannya. Sempat dipertanyakan jiwa nasionalisme-nya, namun ia masuk ke Hindia Belanda dengan membawa pengaruh seni lukis gaya Barat dan mulai saat itu, dunia seni lukis Indonesia memulai era baru, era seni lukis modern.
2. Affandi Koesoema

Affandi Koesoema lahir di Cirebon, tahun 1907. Ia dikenal sebagai maestro lukis Indonesia dengan aliran ekspreseionisme dan abstrak-nya. Gaya melukisnya juga terkenal nyentrik, dengan menumpahkan cat langsung dari tube-nya, lalu ia sapu dengan jari-jari saktinya sehingga menghasilkan lukisan yang menawan.
Affandi yang tak menyukai membaca teori-teori, lebih cocok berkegiatan dengan Kelompok Lima Bandung bersama Barli Sasmitawinata, Hendra Gunawan, Sudarso, dan Wahdi. Bersama kelompok, ia adakan belajar bersama dan kerja sama antar sesama pelukis.
Ketika masa-masa revolusi, Affandi turut berkontribusi dalam mempersiapkan proklamasi. Ia bertugas membuat poster untuk menggalang kontribusi dan dukungan rakyat Indonesia dalam proklamasi kemerdekaan. Atas arahan Soekarno, poster itu bergambar seseorang yang berhasil memutus rantai yang mengikatnya, di bawahnya bertulis “Boeng, Ajo Boeng!” atas usulan Chairil Anwar.
Karena keahliannya, Affandi pernah memperoleh beasiswa dari sekolah seni bentukan Rabindranath Tagore, Akademi Santiniketan. Namun setibanya di India, ia ditolak lantaran dianggap bakatnya tak memerlukan pelatihan lagi. Akhirnya, biaya beasiswa-nya ia pakai untuk menggelar pameran keliling India yang membuat namanya berkibar di sana.
Berkat keahliannya itu, selama hidupnya Affandi telah menggelar pameran-pameran tunggal ke India, Inggris, Amerika Serikat, sampai melawat negara-negara Eropa. Piagam kehormatan “Bintang Jasa Utama” diberikan oleh Presiden Soeharto berkat jasa-jasanya yang besar, dan Chairil Anwar pun turut menulis sajak untuknya, “Kepada Pelukis Affandi”.
Seorang pelukis yang produktif Affandi, diperkirakan telah melahirkan karya lukis tak kurang dari dua ribu lukisan.
3. Adullah Suriosubroto

Abdullah Suriosubroto lahir di Semarang, tahun 1878. Ia adalah anak angkat seorang tokoh pergerakan nasional Indonesia, dr. Wahidin Suriosubroto. Di sisi lain, Abdullah Suriosubroto adalah ayah dari seniman Basoeki Abdullah, Sudjono Abdullah, dan pematung Trijoto Abdullah.
Awalnya, Abdullah masuk di sekolah kedokteran di Batavia atas perintah ayahnya. Karena tak ada ketertarikan dengan dunia pergerakan, ia kemudian melanjutkan kuliahnya di Belanda. Namun di sana ia beralih ke seni lukis dan masuk di sebuah sekolah seni rupa.
Sepulangnya dari Belanda, Abdullah lanjutkan kariernya sebagai pelukis di Indonesia. Namanya berkibar sebagai seorang pelukis Indonesia generasi pertama abad ke-20 setelah Raden Saleh mengawalinya di pertengahan abad ke-19.. Ia menggemari melukis pemandangan sehingga ia dianggap sebagai pewaris aliran “Mooi Indie”.
Abdullah lebih banyak menetap di Bandung dan memberi pengaruh gaya pelukis-pelukis sesudahnya. Kemudian ia pindah ke Yogyakarta dan wafat di sana pada tahun 1941.
Baca juga: Wajib Tahu! 16 Aliran Seni Lukis Paling Familiar
4. Basoeki Abdullah
Basoeki Abdullah adalah putra dari Abdullah Suriosubroto, salah seorang pelukis Mooi Indie yang sedang berkembang di era itu. Lahir di Surakarta yang saat itu di bawah kekuasaan Hindia Belanda, pada 27 Januari 1915. Basoeki menggemari dunia seni sejak usia empat tahun pengaruh dari ayahnya.
Berkat bantuan Pastur Koch SJ, pada tahun 1933, Basoeki memperoleh beasiswa untuk belajar di Academie Voor Beeldende Kunsten (Akademi Seni Rupa) di Den Haag. Selama dua tahun dua bulan, ia selesaikan akademinya dengan memperoleh penghargaan Royal International of Art (RIA).
Ketika masa-masa revolusi, Basoeki aktif bersama gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) dan bertugas sebagai pengajar seni lukis. Selain itu, ia juga aktif dalam Keimin Bunka Sidhosjo, sebuah pusat kebudayaan milik pemerintah Jepang, bersama Affandi Koesoema, S.Sudjojono, Otto Djaya, dan Basoeki Resobawo.
Basoeki mengawali kegemilangan kariernya ketika ia memenangkan lomba lukis sewaktu penobatan Ratu Yuliana di Amsterdam. Ia mengalahkan 87 pelukis Eropa dan diundang makan bersama dengan Ratu Yuliana.
Sejak itu, nama Basoeki Abdullah mulai dikenal di dunia. Ia menggelar berbagai pameran di negara-negara Eropa dan mendapat panggilan untuk melukis kepala-kepala negara dan keluarga bangsawan. Lebih kurang ada 22 negara yang telah memiliki karya lukis Basoeki Abdullah.
Karya lukis Basoeki banyak mengangkat tema-tema humanisme dan kebudayaan Indonesia. Dengan lukisannya itu, ia seolah mendakwahkan nilai-nilai kemanusiaan dan menggalang persahabatan di antara bangsa-bangsa.
5. Barli Sasmitawinata

Barli Sasmitawinata lahir di Bandung, 18 Maret 1921. Dikenal sebagai pelukis realis Indonesia yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan seni rupa Indonesia melalui kontribusinya pada pendidikan formal maupun non fomal.
Bermula dari permintaan kakak iparnya agar ia memulai belajar melukis di studio milik Jos Pluimentz, pelukis asal Belgia yang tinggal di Bandung, Barli juga berkesempatan belajar dengan Luigi Nobili, pelukis asal Italia. Di studo milik Luigi inilah, Barli bertemu dengan Affandi Koesoema yang saat itu tengah menjadi model Luigi.
Barli bersama Affandi, Hendra Gunawan, Soedarso, dan Wahdi Sumanta, membentuk Kelompok Lima Bandung. Kelompok ini menjadi salah satu kelompok yang memberikan pengaruh besar dalam dunia seni rupa Indonesia. Kelompok ini lebih fokus berkarya sambil belajar sehingga membentuk banyak seniman-seniman besar Indonesia.
Berbeda dengan Affandi yang menyebut dirinya “seniman kerbau”, Barli justru dikenal sebagai akademisi yang menjunjung tinggi pentingnya pendidikan. Pada tahun 1948, Barli mendirikan studio lukis Jiwa Mukti bersama Karnedi dan Sartono.
Karena kiprahnya, Barli mendapat beasiswa belajar di Paris dan Amsterdam. Dari Eropa, Barli memperoleh banyak pengetahuan teknik melukis realistik dan membawa pengaruhnya di Indonesia.
Sepulangnya dari Eropa, Barli mendirikan studio Rangga gempol dan tetap bertahan sampai menjadi Bale Seni Barli di Padalarang. Selain seniman, ia juga seorang guru. Ia mengajar di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB dan menjadi inisiator berdirinya program studi pendidikan seni rupa di IKIP Bandung (sekarang UPI).
Karya-karyanya pernah dipamerkan di dalam maupun luar negeri. Koleksinya juga dipamerkan di Museum Barli Bandung. Pada tahun 2000, ia menerima penghargaan Satyalancana Kebudayaan dari presiden.
6. S. Soedjojono

Sindoedarsono Soedjojono lahir di Sumatera Utara, Mei 1913. Ia merupakan pelukis legendaris Indonesiadan dijuluki “Bapak Seni Rupa Indonesia Modern”. Julukan ini diberikan karen Soedjojono adalah seniman Indonesia pertama yang memperkenalkan modernitas seni rupa Indonesia dengan konteks kondisi faktual bangsa Indonesia.
Bermula ketika Djon (panggilan akrab Soedjojono) menempuh pendidikan SMA-nya di Taman Siswa di Yogyakarta, ia sempat belajar melukis dengan RM Pirngadie selama beberapa bulan. Ia juga belajar kepada pelukis Jepang, Chioyi Yazaki, ketika di Jakarta.
Djon sempat menjadi guru di Taman Siswa bentukan Ki Hajar Dewantara dan ditugaskan untuk membuka sekolah baru di Banyuwangi pada tahun 1931. Namun akhirnya, ia memutuskan untuk menjadi pelukis.
Pada tahun 1937, Djon mengikuti pameran bersama pelukis Eropa di Bataviasche Kunstkring, Jakarta. Inilah pertama kali namanya dikenal sebagai pelukis. Pada tahun itu juga ia menjadi pionir mendirikan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi). Oleh karena itu, masa itu disebut sebagai tonggak awal seni lukis modern berciri Indonesia.
Djon juga sempat menjabat sebagai sekretaris dan juru bicara Persagi. Selain sebagai pelukis, ia juga dikenal sebagai kritikus seni rupa pertama di Indonesia. Lukisannya punya ciri khas kasar, goresan dan sapuan seperti dituang begitu saja ke kanvas. Objek lukisannya lebih menonjol kepada kondisi faktual bangsa Indonesia yang diekspresikan secara jujur apa adanya.
7. Delsy Syamsumar

Delsy Syamsumar dikenal sebagai pelukis neo-klasik Indonesia berasal dari Sungai Puar, Sumatera Barat. Lahir di Medan, 7 Mei 1935.
Bakat Delsy sudah tampak semenjak dirinya masih berusia 5 tahun. Di waktu perang revolusi keluarganya memilih tinggal di Bukittinggi. Ketika duduk di bangku sekolah dasar dan menengah umum, ia selalu menonjol dalam pelajaran seni lukis dan menjadi juara pada setiap sayembara di sekolah-sekolah di Sumatera Barat.
Pada usia 17 tahun, Delsy mampu melukis komik sejarah dan karangannya sendiri yang kemudian ia kirim ke majalah ibukota. Gayung bersambut, karya-karyanya berupa komik itu dimuat di majalah Aneka dan membuat namanya berkibar ke seantero negeri di usia yang amat muda.
Berkat fantasi Delsy dengan khazanah sejarah yang apa adanya, ditambah keranjingannya menonton film-film Amerika yang ia tuangkan dalam karya komik-nya, telah menghadirkan suatu temperamen yang khas dalam pertumbuhan ilustrasi penerbitan Indonesia di kemudian hari. Ia menjadi applied illustrator pertama yang banyak digandrungi pembaca Tanah Air.
Dalam dunia seni lukis, Delsy berhasil membuat orang-orang terkesima dengan karya-karya lukisnya. Berkat karyanya, menjadikannya sebagai satu-satunya pelukis Indonesia yang diberi predikat Litteratures Contemporaines L’ Azie du Sud Est dan II’exellent dessinateur oleh Lembaga Seni dan Sejarah Perancis melalui buku literatur seni dunia yang fenomenal, France Art Journal 1974.
Pernah pada satu kesempatan, dalam sebuah pameran, lukisan ciptaan Delsy tercatat sebagai lukisan termahal bersandingan dengan karya-karya pelukis senior Indonesia seperti Affandi dan Basoeki Abdullah. Hal itu semakin mengukuhkannya sebagai legenda lukis Indonesia.
Baca juga: Biografi Leonardo da Vinci – Seniman Jenius Zaman Renaisans
Saya tertarik dengan lukisan milik affandi dengan judul ‘potret hidup dan topeng kehidupan’ karena disitu affandi langsung melukis dengan jarinya. Sehingga tekhnik ini yang membuat lukisannya berbeda dengan lukisan lukisan pada umumnya. Walaupun lukisannya bertema abstrak namun tetap mudah untuk dipahami dan dinikmati oleh kaum umum.
Lukisan Dalam Sinar Bulan merupakan salah satu karya seniman terkenal Basuki Abdullah. Lulkisan itu mengambarkan seorang perempuan mengendong anjing di bawah sinar bulan. Media yang dipakai cat minyak dan canfas. Tahun pembuatan 1950-1964. Tokoh yang dilukis Basuki Abdullah adalah Dewi Soekarno. Lukisan itu adalah lukisan realisme dengan gaya mooi indie. Semua orang yang melihat pasti akan terpukau.
Salah satu karya Affandi yaitu lukisan dengan judul "Badai Pasti Berlalu". Ekspresi goresan khas Affandi pada lukisan dengan judul "Badai Pasti Berlalu" ini terlihat begitu unik, dan menjadikan lukisan ini istimewa. Keunikan ini mungkin hanya dimiliki oleh Affandi,dimana kualitas imajinasinya sebagai seorang pelukis maestro ternama. Goresan sederhananya membentuk ketepatan yang meyakinkan sehingga garis-garis itu seolah menunjukkan cermin kepribadiannya.
Lukisan ini seakan memiliki makna dan falsafah kehidupan yang dalam, dengan pembelajaran yang tinggi. Melalui lukisan ini, Affandi seakan-akan bukan hanya ingin mengekspresikan bentuk objeknya saja, melainkan ada pesan dan kesan yang ingin dia sampaikan melalui karyanya ini sebagai seorang pelukis.
Sangat bermaanfat bagi saya 😀 gampang dimengerti (NICE)
Bgs……